OLEH : ANDONO WIBISONO |
Bisnis yang hanya tentang uang adalah bisnis yang buruk. -- Henry Ford
SEPEKAN Sudah kelangkaan gas elpiji tiga kilo – melon menimpa warga kota. Keresahan tak hanya menimpa warga kalangan bawah. Tapi juga dirasakan kalangan pedagang kaki lima dan sejenisnya. Kepanikan warga mayoritas mencari gas melon itu masuk akal. Betapa pentingnya gas untuk kebutuhan rumah tangga. Karena sudah sejak empat tahun terakhir upaya konversi dari penggunaan minyak tanah ke gas melon begitu masif dilakukan pemerintah.
Saat ini memang masih ada beberapa titik menjual minyak tanah. Tapi kebutuhan dan pasokannya seiring dikurangi dan diganti gas melon tiga kiloan itu. Namun, ketika warga mulai memiliki kecenderungan menggunakan, kembali kasus-kasus kelangkaan bahan bakar untuk rumah tangga terkesan menjadi ‘ladang’ bisnis yang menjanjikan.
Ada beberapa catatan penting yang hingga kini dapat disimpulkan bahwa kebijakan konversi dari minyak tanah ke gas melon itu tidak seiring dengan kampanye penghematan energi dan untuk menjaga stabilitas energi nusantara. Pertama; penggunaan gas elpiji tiga kilo masih banyak digunakan warga kalangan menengah ke atas. Pengawasan terkait hal ini masih sangat lemah.
Kedua; justeru kosumsi gas melon belum tepat sasaran. Banyak ditemui malah restoran, rumah mewah dan warung menggunakannya. Tak sedikit pihak aparat melakukan razia dan menyita. Tapi usaha itu masih belum efektif dan masif. Akibatnya, sasaran dan tujuan gas elpiji melon untuk masyarakat bawah belum sepenuhnya.
Ketiga; akibat mulai diterimannya konversi minyak tanah ke gas melon, dijadikan ladang bisnis bagi pedagang dan pengecer serta oknum pedagang lainnya. Jalur distribusi gas melon belum begitu tersosialisasikan dengan baik. Warga masih banyak belum memahami haknya untuk memperoleh gas subsidi itu itu dengan baik.
Keempat; peran pemerintah daerah masih setengah hati mengawasi jalur distribusi dan kosumsi gas elpiji subsidi itu dengan memanfaatkan aparatnya sampai di level terbawah. Misalnya; kelurahan dan kecamatan. Pemerintah hadir bagai pemadam kebakaran. Nanti ada teriakan kelangkaan baru hadir dan mulai mencari alur yang sebenarnya dapat segera diatasi bila setiap saat tata kelolanya dimonitor dan dievaluasi.
Lagi-lagi, warga yang berhak memperoleh subsidi selalu dimanfaatkan oleh kepentingan bisnis kotor. Selalu sebuah kemiskinan adalah komoditas potensial untuk meraup untung. Sekali lagi, ini bentuk kegagalan pelayanan publik pemerintah. ***
0 komentar:
Posting Komentar