728x90 AdSpace

  • Latest News

    Minggu, 26 Maret 2017

    Catatan Pinggir I PASHA, DAN KOMODITI

    PASHA, DAN KOMODITI
     OLEH  : andono wibisono

    Kalau Anda Mengeritik Orang biasa. Maka, semua juga akan biasa-biasa saja. Tapi bila Anda berani dan Cerdik Mengeritik Orang Populer, maka Anda pun Ikut Popularitasnya. – andono wibisono

    POLEMIKWakil Wali Kota, Sigit Purnomo Said (SPS) alias Pasha, dengan Ketua Dewan Kota, Ikbal Andi Magga kini sudah viral hingga ke level nasional. Sebuah televisi swasta terbaik, sekelas Kompas TV pun menyiarkan dialog keduanya. Sebelumnya, beberapa media cetak harian lokal di Sulteng sudah mendahului. Bahkan disusul dengan memviral ke media sosial (medsos).
    Saya tidak ingin masuk ke ‘lorong’ perdebatan kedua tokoh Palu itu. Karena apapun namanya, pasti penilaiannya subyektif. Saya mencoba melihat dari sudut pandang dengan menggunakan analisis framing, yang menjadi panduan seorang jurnalis sekelas redaktur bila memilah dan menganalisis isu-isu medianya. Ya bisa dikaitkan dengan teori komunikasi politik untuk berita politik.
    Pasha, tidak ada yang menyangkal bahwa dari anak-anak sampai Oma-oma pasti kenal suara merdunya. Dari Sabang sampai Merauke. Dari Banggai Laut sampai Buol, pasti kenal siapa penyanyi Ungu band itu. Ya, popularitasnya begitu besar. Tidak ada satu pun sekarang ini, tokoh politik di Sulteng yang menyamai popularitasnya. Saya memiliki video-video Pasha saat kampanye Pilkada 2017 lalu di Buol, dan di Gorontalo.
    Saya pun mengumpulkan video-videonya saat HUT Brimob di Poso. Pasha tampil dengan Syahrini. Di Buol dengan Dewi Persik (DP). Kedua penyanyi terkenal itu di panggung ngaku tersanjung bisa duet dengan Pasha. Bahkan Syahrini dipostingan Instagramnya (IG) menyebut sangat bahagia bisa duet dengan Wali Kota Palu itu. Dan itu diviralkan istri Pasha Adelia.
    Kritik dan model pengawasan yang dilakukan Ketua Dekot, Eki – sapaan akrab Ikbal Andi Magga, dari sudut pandang jurnalisme politik sangat cerdik dan lihai. Saya tidak ingin membedah materi kritiknya. Sekali lagi saya takut subyektif. Tapi sebagai politisi, Eki sangat lihai memerankan talentanya menyeret Pasha pada pusaran ‘mainannya.’
    Mengapa Eki menggunakan Pasha sebagai komoditas politiknya? Eki akhir-akhir ini sering diisukan akan diganti sebagai Ketua Dekot. Bahkan isu itu menyebut bahwa dirinya akan diganti rekan se fraksinya Ishak Cae dan lainnya. Secara kalkulatif politis, namanya pasti menurun secara kualitatif. Karena kalkulasi kuantitatif belum diuji.
    Jujur saja, untuk mengambil durasi sebuah televisi swasta nasional sampai lebih 30 menit tidaklah murah bila hanya untuk menaikkan rating politik secara landai. Pasti kena cash advetorial atau periklanan. Dan itu bisa ratusan juta rupiah. Demikian juga untuk menghiasi pemberitaan di halaman satu. Wuihh, banyak kocek disiapkan. Dan bila hanya kritik biasa butuh waktu dan materi yang lama.
    Eki ingin membuktikan bahwa dirinya politisi yang cerdik, lihai dan berani melawan derasnya arus kekuasaan. Eki juga selalu ingin menciptakan opini bahwa dirinya sudah maksimal bekerja dan memperjuangkan hak-hak masyarakat dan memperjuangkan tegaknya perundang-undangan.
    Pasha disodoknya, dan imbasnya bola liar kritik itu turut menaikkan namanya ke puncak opini publik saat ini. Eki tidak lama lagi akan diburu para pekerja infotement yang memang menempatkan Pasha sebagai komoditas liputannya. Pilihan-pilihan kritik pun saat ini dapat dijadikan komoditas politik tertentu bagi politisi yang cerdik.
    "...maafkan aku sayangku, bukan maksudku menyakitimu,....Pernakah kalu merasa, pernakah kau merasa...pernahkah kau merasa hatimu hampa....hatimu kosong....’’  cukilan bait lagu Ungu Hampa Hatiku. ***
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Catatan Pinggir I PASHA, DAN KOMODITI Rating: 5 Reviewed By: iksan
    Scroll to Top